Minggu, 30 Juni 2013

MASALAH PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
DI KOTA MAKASSAR
A.    Pendahuluan
Pada intinya kota memiliki bangunan tempat tinggal, perkantoran dan perniagaan. Wujud sebuah kota selalu berbentuk susunan bangunan fisik yang berjejer sepanjang jalan ekonomi , gugus perkantoran pemerintahan dan perniagaan dan pemerintahn serta pemukiman warga kota dan perkampungan, rumah ibadah dan ruang publik, pada umumnya perkembangan fisik bangunan lebih lambat perkembanganya di bandingkan denagn pertambahan jumlah penduduk kota. Pertambahan penduduk kota karena tingginya angka kelahiran serta derasnya arus urbanisasi.
Perkembangan kota sepanjang sejarah dari masa kemasa membuktikan bahwa perumahan belum pernah tuntas dan bahkan terus menerus mengalami permasalahan yang lebih luas dan lebih kompleks. Dari pengalaman beberapa kota tua di zaman dulu dan modern  menunjukkan bahwa masalah perumahan adalah masalah yang tidak pernah selesai. Menurut B.N Marbun, SH. Kota Indonesia Masa depan Masalah dan Prospek menyatakan masalah dan kendala perumahan bertambrakan karena adanya tuntutan peningkatan mutu bagi orang yaqng berpunya dan kebutuhan akan sekedar papan atau tempat bernaung bagi penduduk kota yang miskin dan pendatang baru.
B.      Sejarah kota makassar
                   Kota makassar tumbuh darikota kolonial yang terbentuk di sekitar benteng Rotterdam mulai akhir abad ke-17. Pemukiman-pemukiman baru seperti  dan kampung baru di sebelah utara dan selatan Benteng Rotterdam dan di huni oleh masyarakat dari berbagai kelompok termasuk melayu, cina, Belanda, Bugis, Jawa dan tentu saja kelompokmasyarakat Makassar dari Gowa dan sekitarnya. Di tahun 1930 di kota ini terdapat hampir 3500 penduduk Eropa lebih dari 15000 Cina dan lebih
Kota Makassar sebagai Gateway Indonesia Timur dan telah menjadi Kawasan Metropolitan Mamminasata telah mengalami permasalahan-permasalahan yang umumnya terjadi di Kota-kota Besar Di Indonesia. Seperti halnya Kota Jakarta selain masalah sampah, kemacetan, kriminalitas dan kerusakan lingkungan, permasalahan perumahan dan permukiman menjadi permasalahan utama di Kota Makassar mengingat tingginya arus urbanisasi dan tingkat kelahiran yang tidak terkendali di era dewasa ini. Perumahan menyangkut secara langsung berbagai aspek dan harkat hidup manusia. Menurut Paulus Hariyono dalam Sosiologi Kota Untuk Arsitek: Faktor-faktor yang memeperngaaruhi pembangunan perumahancukup banyak yang bersifat lintas sektoral serta saling terkait mengait, antara lain BPN, Bappeda, konsumen (masyarakat), developer, perancang dan arsitek, kontraktor, PLN, PDAM, Perum, Telekomunikasi, perbankan, pemodal, pemilik tanah, dan indistri bahan bangunan. Hubungan antar pihak tersebut saling terkait dalam membangun pemukinam yang idel dan menjadi potensi yang sangat besar. Namun dapat menjadi penghambat jika tidak ada kerja sama dan koordinasi yang baik.
Di antara banyak faktor yang terkait dalam kegiatan pembanguanan kota dapat di lihat  beberapa permasalahan perumahan dan permukiman di Kota Makassar yaitu :
1.      Keterbatasan Tanah
Tak dapat di pungkiri bahwa bagi masyarakat sederhana baik itu penduduk asli maupun pendatang meemilki tiga prasyarat untuk hidup yaitu pangan, sandang dan papan. Saat ini khususnya di kota Makassar penduduk yang menikmati sarana dan prasarana yang memadai baru di nikamti oleh sekelompok kecil warga kota makassar yang terdiri dari warga elit (pegawai negeri, orang kaya, dan orang asing).
Masalah perumahan untuk rakyat miskin dan rakyat kecil di kota makassar semakin kompleks apabila di hubungkan dengan keterbatasan tanah yang tersedia dan harga tanah yang selangit. Untuk mengatasi permasalahan Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan dan Permukiman oleh pemerintah terhadap kawasan rumah sederhana dan rumah sederhana sehat yang dihuni oleh masyarakat berpendapatan rendah dilakukan untuk menurunkan harga jual rumah di kawasan tersebut. Alternatif baru yaitu yang cukup berhasil adalah Perumahan rakyat miskin oleh program Pemerintah pusat dan beberapa pihak yang membantu dari pihak PERUMNAS, BTN (Bank Tabungan Negara), dan Upaya beberapa perusahaan “Real Estate”.

2.       Faktor Kelembagaan dan Kebijakan
Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman. Kelembagaan penyelenggaran pembangunan perumahan belum berada pada tingkat kinerja yang optimal untuk menjalani fungsi, baik sebagai pembangun (provider) maupun pemberdaya (enabler). Belum berjalanya sistem yang terpadu secara keseluruhan dimana perangkat kelembagaan burfungsi sebagai pemegang kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan, baik di sektor pemerintah maupun sektor swasta, di tingkat pusat maupun daerah. Sejak di berlakukan otonomi daerah, Di tingkatan daerah memegang peranan yang sangat penting dalam hal pembangunan khususnya perumahan dalam koordinasi vertikal maupun horisontal. Peran dan fungsi inilah masih perlu di mantapkan oleh Pemerintah kota Makassar.
3.       Faktor keterjangkauan Daya Beli Masyarakat.
Terjadinya kesenjangan (mismatch) dalam pembiayaan perumahan dan permukiman. Sumber pembiayaan untuk kredit pemilikan rumah (KPR) pada umumnya berasal dari dana jangka pendek (deposito dan tabungan) sementara sifat KPR pada umumnya mempunyai tenor jangka panjang. Belum adanya sumber pembiayaan jangka panjang selalu menjadi kendala bagi pengembang pasar perumahan.
4.      Pembiayaan perumahan dan permukiman yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan terjadinya salah sasaran. Berbagai bantuan program perumahan tidak sepenuhnya terkordinasi dan efektif. Bantuan pembangunan dan perbaikan rumah secara swadaya dan berkelompok masih bersifat proyek dan kurang menjangkau kelompok sasaran. Bantuan pembangunan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) bagi kelompok sasaran yang belum mampu membeli rumah masih mengandalkan dana hibah pemerintah dan penyertaan modal negara melalui dana APBN.Pendekatan program dalam penyediaan bantuan masih terbatas pada KPR bersubsidi.
5.      Faktor Peraturan Perundang-undangan
Dalam menunjang faktor kelembagaan, peraturan perundang undangan merupakan lkandasan hukum bagi kebijaksanaan pembangunan perumaham dan pemukiman. Namun berbagai prodak perundang undangan sering sudah tidak relefan lagi, seperti UU No 1 Tahun 1964 tentang Pokok-pokok perumahan yang menitikberatkan kebutuhan perumahan secara individual sedangkan GBHN menitikberatkan pada pembangunan secara fungsional. Serta proses perijinan pembangunan perumahan sangat rumit dan panjang serta memakan waktu yang cukup lama.

C.      Alternatif Permasalahan Pemukiman dan  Perumahan di Kota Makassar
Visi-Misi kota Makassar akan di jadikan sebagai kota Dunia yang bermimpi dan berangan angan kelak pada suatu saat akan menempati atau mempunyai rumah yang memadai dan memenuhi prasyarat di tinjau dari segi keamanan,kesehatan, lingkungan dan di kaitkan dengan masalah pendidikan anak-anaknya, transportasi, komunikasi dan rekreasi.
Hal ini  tidaklah semudah yang kita harapkan karena permasalahan yang baru akan terlihat ialah kurang persiapan mental warga kota Makassar yang menempati  wilayah baru karena memang enggang meninggalkan daerah kumuh yang telah di tempatinya dalam jangka yang cukup lama meskipun tampatnya sempit dan sumpek  namun dapat mengakses sarana dan prasarana kota, serta pada umumnya dekat dengan tempat akses kegiatan dalam mencari nafka
Perencanaan yang selama ini hanya sekedar membangun rumah tetapi belum memenuhi  sarana dan prasarana dengan akses kebutuhan bagi warganya. Belum lagi perumahan ini jauh dari akses kota yaitu berada di pinggiran kota atau di luar kota, sehingga warga kota akan mengalami kesulitan mengakses kota karena akan mengeluarkan biaya tambahan transportasi dan makan serta tambahan waktu lebih lama.
Berbagai  permasalahan di atas semakin beralasan bahwa pembangunan perumahan bagi rakyat kecil di kota makassar harus di rencanakan secara integral dan antar depertemen dan antar disiplin. Sudah saatnya untuk merencanakan perumahan di kota dengan pikiran kreatif dan menyediakan berbagai alternatif. Beberapa langkah ke arah itu dapat di pertimbangkan dengan melihat pengalamn kota –kota besar dan tua di Indonesia.
a.      Perbaikan Kampung (Lorong)
Tak di mungkiri bahwa kondisi pemukiman lorong di kota makassar masih banyak yang kumuh jauh dari pemukiman yang layak. Masih banyak sampah yang berserakan di pinggiran lorong di kota makassar , warga masyarakatpun tak peduli dengan kondisi tersebut. Padahal sebagian asal usul kota-kota ndonesia pada mulanya adalah gabungan berbagai pemukiman atau kampung (Lorong) yang kemudian di tambahi dan di benahi dengan sarana dan prasarana kota. Dengan program Makassar menuju kota Dunia yaitu makassar Go Green  adalah program penataan dan penghijauan di daerah pemukiman yang kumuh. Program ini sangat menarik karena mendukung dengan program “ Global Warming” yaitu pemanasan Global, selain itu langka ini lebih manusiawi karena tidak mencabut penduduk dari akar hidup atau lingkunganya yang khas sekaligus merupakan bagian pokok dari Identitas mereka,  (B.N Marbun, SH. Kota Indonesia Masa Depan).
b. Pembangunan Rumah Susun
Keterbatasan ruang tempat tinggal bagi kota-kota besar mendapat perhatian yang serius karena warga bermukim di daerah perkotaan akan menjadi kumuh jika tidak mendapatkan tempat tinggal. Kondisi ruang publik di perkotaan akan di manfaatkan  warga yang tidakmemiliki tempat tinggal. Untuk itu belajar dari pengalaman kota-kota besar di negara industri, di mana mereka membangun rumah susun sederhana atau bertingkat. Namun rumah susun sebaiknya tidak lebih dari 3 atau 4 tingkat serta sebaiknya di bangun di bekas “pemukiman liar” atau perkampungan kumuh. Serta penghuni bekas pemukiman liar mendapat perioritas membeli atau menyewa rumah susun tersebut.
Kondisi rumah susun yang berada di kecamatan Mariso kelurahan Lette menurut saya bukan solusi yang bijak bagi kota makassar mengingat pemukiman kumuh yang berada di Kecematan Mariso hanya 32,40 ha, sedangkan pemukiman kumuh yang terluas berada di kecematan Tallo dengan luas 101,48 ha (Lihat Grafik Lampiran). Dengan luas pemukiman kumuh seharusnya Kecematan Tallo menjadi prioritas pembanguan Rumah susun bagi warga yang bermukim di sana.di tambah dengan kondisi pemukiman rumah susun yang telah ada juga tidak memberikan kondisi yang lebih baik.  



D.   Kesimpulan
Perencanaan kota di makassar harus memiliki di mensi yang kompleks. Seperti pembangunan rumah susun di peruntukkan sebagai rumah tinggal yang biasa di huni oleh masyarakat kelas bawah melahirkan permasalahan tersendiri, di tinjau dari beberapa aspek, seperti masalah kultural, sosial, kesadaran kesehatan, lingkungan dan aspek perencanaan.
Program-program pendampingan untuk penanggulangan pemukiman kumuh seperti P2KP, NUSSP, P2MPD dan program-program lain yang ikut mendukung penanggulangan kumuh harus betul di awasi dan tepat sasaran, agar program tersebut tidak sekedar di jalankan tetapi dapat bermanfaat bagi masyarakat yang berada di pemukiman kumuh. Dengan keberhasilan program tersebut waraga masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan hidup.

Profil Kawasan Kumuh Kota Makassar
Alokasi Penangan Kawasan Kumuh di koata makassar



catatan







DAFTAR PUSTAKA
B.N. Marbun, SH. Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek. Erlangga. 1979
Paulus Hariyono, Drs, M.T. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Bumi aksara. 2007
Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Kota Makassar _ Laskar Plano.html







                                                 











Tidak ada komentar:

Posting Komentar