MASALAH PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
DI KOTA MAKASSAR
A.
Pendahuluan
Pada intinya kota
memiliki bangunan tempat tinggal, perkantoran dan perniagaan. Wujud sebuah kota
selalu berbentuk susunan bangunan fisik yang berjejer sepanjang jalan ekonomi ,
gugus perkantoran pemerintahan dan perniagaan dan pemerintahn serta pemukiman
warga kota dan perkampungan, rumah ibadah dan ruang publik, pada umumnya
perkembangan fisik bangunan lebih lambat perkembanganya di bandingkan denagn
pertambahan jumlah penduduk kota. Pertambahan penduduk kota karena tingginya
angka kelahiran serta derasnya arus urbanisasi.
Perkembangan kota
sepanjang sejarah dari masa kemasa membuktikan bahwa perumahan belum pernah
tuntas dan bahkan terus menerus mengalami permasalahan yang lebih luas dan lebih
kompleks. Dari pengalaman beberapa kota tua di zaman dulu dan modern menunjukkan bahwa masalah perumahan adalah
masalah yang tidak pernah selesai. Menurut B.N Marbun, SH. Kota Indonesia Masa
depan Masalah dan Prospek menyatakan masalah dan kendala perumahan bertambrakan
karena adanya tuntutan peningkatan mutu bagi orang yaqng berpunya dan kebutuhan
akan sekedar papan atau tempat bernaung bagi penduduk kota yang miskin dan
pendatang baru.
B. Sejarah kota makassar
Kota
makassar tumbuh darikota kolonial yang terbentuk di sekitar benteng Rotterdam
mulai akhir abad ke-17. Pemukiman-pemukiman baru seperti dan kampung baru di sebelah utara dan selatan
Benteng Rotterdam dan di huni oleh masyarakat dari berbagai kelompok termasuk
melayu, cina, Belanda, Bugis, Jawa dan tentu saja kelompokmasyarakat Makassar
dari Gowa dan sekitarnya. Di tahun 1930 di kota ini terdapat hampir 3500
penduduk Eropa lebih dari 15000 Cina dan lebih
Kota Makassar sebagai
Gateway Indonesia Timur dan telah menjadi Kawasan Metropolitan Mamminasata
telah mengalami permasalahan-permasalahan yang umumnya terjadi di Kota-kota
Besar Di Indonesia. Seperti halnya Kota Jakarta selain masalah sampah,
kemacetan, kriminalitas dan kerusakan lingkungan, permasalahan perumahan dan
permukiman menjadi permasalahan utama di Kota Makassar mengingat tingginya arus
urbanisasi dan tingkat kelahiran yang tidak terkendali di era dewasa ini. Perumahan
menyangkut secara langsung berbagai aspek dan harkat hidup manusia. Menurut Paulus
Hariyono dalam Sosiologi Kota Untuk Arsitek: Faktor-faktor yang memeperngaaruhi
pembangunan perumahancukup banyak yang bersifat lintas sektoral serta saling
terkait mengait, antara lain BPN, Bappeda, konsumen (masyarakat), developer,
perancang dan arsitek, kontraktor, PLN, PDAM, Perum, Telekomunikasi, perbankan,
pemodal, pemilik tanah, dan indistri bahan bangunan. Hubungan antar pihak
tersebut saling terkait dalam membangun pemukinam yang idel dan menjadi potensi
yang sangat besar. Namun dapat menjadi penghambat jika tidak ada kerja sama dan
koordinasi yang baik.
Di antara banyak faktor
yang terkait dalam kegiatan pembanguanan kota dapat di lihat beberapa permasalahan perumahan dan
permukiman di Kota Makassar yaitu :
1. Keterbatasan
Tanah
Tak dapat di
pungkiri bahwa bagi masyarakat sederhana baik itu penduduk asli maupun
pendatang meemilki tiga prasyarat untuk hidup yaitu pangan, sandang dan papan.
Saat ini khususnya di kota Makassar penduduk yang menikmati sarana dan
prasarana yang memadai baru di nikamti oleh sekelompok kecil warga kota makassar
yang terdiri dari warga elit (pegawai negeri, orang kaya, dan orang asing).
Masalah
perumahan untuk rakyat miskin dan rakyat kecil di kota makassar semakin
kompleks apabila di hubungkan dengan keterbatasan tanah yang tersedia dan harga
tanah yang selangit. Untuk mengatasi permasalahan Terbatasnya kemampuan
penyediaan prasarana dan sarana perumahan dan Permukiman oleh pemerintah
terhadap kawasan rumah sederhana dan rumah sederhana sehat yang dihuni oleh
masyarakat berpendapatan rendah dilakukan untuk menurunkan harga jual rumah di
kawasan tersebut. Alternatif baru yaitu yang cukup berhasil adalah Perumahan
rakyat miskin oleh program Pemerintah pusat dan beberapa pihak yang membantu
dari pihak PERUMNAS, BTN (Bank Tabungan Negara), dan Upaya beberapa perusahaan
“Real Estate”.
2. Faktor Kelembagaan dan Kebijakan
Belum mantapnya
kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman. Kelembagaan
penyelenggaran pembangunan perumahan belum berada pada tingkat kinerja yang
optimal untuk menjalani fungsi, baik sebagai pembangun (provider) maupun
pemberdaya (enabler). Belum berjalanya sistem yang terpadu secara keseluruhan
dimana perangkat kelembagaan burfungsi sebagai pemegang kebijakan, pembinaan
dan pelaksanaan, baik di sektor pemerintah maupun sektor swasta, di tingkat
pusat maupun daerah. Sejak di berlakukan otonomi daerah, Di tingkatan daerah
memegang peranan yang sangat penting dalam hal pembangunan khususnya perumahan
dalam koordinasi vertikal maupun horisontal. Peran dan fungsi inilah masih perlu
di mantapkan oleh Pemerintah kota Makassar.
3. Faktor
keterjangkauan Daya Beli Masyarakat.
Terjadinya
kesenjangan (mismatch) dalam pembiayaan perumahan dan permukiman. Sumber
pembiayaan untuk kredit pemilikan rumah (KPR) pada umumnya berasal dari dana
jangka pendek (deposito dan tabungan) sementara sifat KPR pada umumnya
mempunyai tenor jangka panjang. Belum adanya sumber pembiayaan jangka panjang
selalu menjadi kendala bagi pengembang pasar perumahan.
4. Pembiayaan
perumahan dan permukiman yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan
terjadinya salah sasaran. Berbagai bantuan program perumahan tidak sepenuhnya
terkordinasi dan efektif. Bantuan pembangunan dan perbaikan rumah secara
swadaya dan berkelompok masih bersifat proyek dan kurang menjangkau kelompok
sasaran. Bantuan pembangunan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) bagi
kelompok sasaran yang belum mampu membeli rumah masih mengandalkan dana hibah
pemerintah dan penyertaan modal negara melalui dana APBN.Pendekatan program
dalam penyediaan bantuan masih terbatas pada KPR bersubsidi.
5. Faktor
Peraturan Perundang-undangan
Dalam menunjang faktor kelembagaan,
peraturan perundang undangan merupakan lkandasan hukum bagi kebijaksanaan
pembangunan perumaham dan pemukiman. Namun berbagai prodak perundang undangan
sering sudah tidak relefan lagi, seperti UU No 1 Tahun 1964 tentang Pokok-pokok
perumahan yang menitikberatkan kebutuhan perumahan secara individual sedangkan
GBHN menitikberatkan pada pembangunan secara fungsional. Serta proses perijinan
pembangunan perumahan sangat rumit dan panjang serta memakan waktu yang cukup
lama.
C.
Alternatif
Permasalahan Pemukiman dan Perumahan di
Kota Makassar
Visi-Misi
kota Makassar akan di jadikan sebagai kota Dunia yang bermimpi dan berangan
angan kelak pada suatu saat akan menempati atau mempunyai rumah yang memadai
dan memenuhi prasyarat di tinjau dari segi keamanan,kesehatan, lingkungan dan
di kaitkan dengan masalah pendidikan anak-anaknya, transportasi, komunikasi dan
rekreasi.
Hal ini tidaklah semudah yang kita harapkan karena
permasalahan yang baru akan terlihat ialah kurang persiapan mental warga kota Makassar
yang menempati wilayah baru karena
memang enggang meninggalkan daerah kumuh yang telah di tempatinya dalam jangka
yang cukup lama meskipun tampatnya sempit dan sumpek namun dapat mengakses sarana dan prasarana
kota, serta pada umumnya dekat dengan tempat akses kegiatan dalam mencari nafka
Perencanaan
yang selama ini hanya sekedar membangun rumah tetapi belum memenuhi sarana dan prasarana dengan akses kebutuhan
bagi warganya. Belum lagi perumahan ini jauh dari akses kota yaitu berada di
pinggiran kota atau di luar kota, sehingga warga kota akan mengalami kesulitan
mengakses kota karena akan mengeluarkan biaya tambahan transportasi dan makan
serta tambahan waktu lebih lama.
Berbagai permasalahan di atas semakin beralasan bahwa
pembangunan perumahan bagi rakyat kecil di kota makassar harus di rencanakan
secara integral dan antar depertemen dan antar disiplin. Sudah saatnya untuk
merencanakan perumahan di kota dengan pikiran kreatif dan menyediakan berbagai
alternatif. Beberapa langkah ke arah itu dapat di pertimbangkan dengan melihat
pengalamn kota –kota besar dan tua di Indonesia.
a. Perbaikan
Kampung (Lorong)
Tak di
mungkiri bahwa kondisi pemukiman lorong di kota makassar masih banyak yang
kumuh jauh dari pemukiman yang layak. Masih banyak sampah yang berserakan di
pinggiran lorong di kota makassar , warga masyarakatpun tak peduli dengan
kondisi tersebut. Padahal sebagian asal usul kota-kota ndonesia pada mulanya
adalah gabungan berbagai pemukiman atau kampung (Lorong) yang kemudian di
tambahi dan di benahi dengan sarana dan prasarana kota. Dengan program Makassar
menuju kota Dunia yaitu makassar Go Green
adalah program penataan dan penghijauan di daerah pemukiman yang kumuh.
Program ini sangat menarik karena mendukung dengan program “ Global Warming” yaitu
pemanasan Global, selain itu langka ini lebih manusiawi karena tidak mencabut
penduduk dari akar hidup atau lingkunganya yang khas sekaligus merupakan bagian
pokok dari Identitas mereka, (B.N Marbun,
SH. Kota Indonesia Masa Depan).
b. Pembangunan Rumah Susun
Keterbatasan ruang tempat tinggal bagi kota-kota besar mendapat perhatian
yang serius karena warga bermukim di daerah perkotaan akan menjadi kumuh jika
tidak mendapatkan tempat tinggal. Kondisi ruang publik di perkotaan akan di manfaatkan warga yang tidakmemiliki tempat tinggal.
Untuk itu belajar dari pengalaman kota-kota besar di negara industri, di mana
mereka membangun rumah susun sederhana atau bertingkat. Namun rumah susun
sebaiknya tidak lebih dari 3 atau 4 tingkat serta sebaiknya di bangun di bekas
“pemukiman liar” atau perkampungan kumuh. Serta penghuni bekas pemukiman liar
mendapat perioritas membeli atau menyewa rumah susun tersebut.
Kondisi rumah susun yang berada di kecamatan Mariso kelurahan Lette menurut
saya bukan solusi yang bijak bagi kota makassar mengingat pemukiman kumuh yang
berada di Kecematan Mariso hanya 32,40 ha, sedangkan pemukiman kumuh yang
terluas berada di kecematan Tallo dengan luas 101,48 ha (Lihat
Grafik Lampiran). Dengan luas pemukiman kumuh seharusnya Kecematan
Tallo menjadi prioritas pembanguan Rumah susun bagi warga yang bermukim di
sana.di tambah dengan kondisi pemukiman rumah susun yang telah ada juga tidak
memberikan kondisi yang lebih baik.
D.
Kesimpulan
Perencanaan
kota di makassar harus memiliki di mensi yang kompleks. Seperti pembangunan
rumah susun di peruntukkan sebagai rumah tinggal yang biasa di huni oleh
masyarakat kelas bawah melahirkan permasalahan tersendiri, di tinjau dari
beberapa aspek, seperti masalah kultural, sosial, kesadaran kesehatan,
lingkungan dan aspek perencanaan.
Program-program
pendampingan untuk penanggulangan pemukiman kumuh seperti P2KP, NUSSP, P2MPD
dan program-program lain yang ikut mendukung penanggulangan kumuh harus betul di
awasi dan tepat sasaran, agar program tersebut tidak sekedar di jalankan tetapi
dapat bermanfaat bagi masyarakat yang berada di pemukiman kumuh. Dengan
keberhasilan program tersebut waraga masyarakat dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup.
Profil Kawasan Kumuh Kota Makassar
Alokasi Penangan Kawasan Kumuh di koata makassar
catatan
DAFTAR PUSTAKA
B.N. Marbun, SH. Kota Indonesia Masa
Depan, Masalah dan Prospek. Erlangga. 1979
Paulus Hariyono, Drs, M.T. Sosiologi
Kota Untuk Arsitek. Bumi aksara. 2007
Permasalahan
Perumahan dan Permukiman di Kota Makassar _ Laskar Plano.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar