A. Pengantar
Dengan hadirnya kemajuan
teknologi modern, telah menghantarkan manusia pada pola hidup yang serba mudah.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan industri yang banyak
menopang laju modernitas tersebut ternyata telah membawa manusia pada
keteransingan. Bahkan dalam kemajuan
teknologi sudah mulai ketika manusia beriorentasi pada teknologi itu sendiri.
Keterasingan di kaitkan dengan proses industrialisasi yang semakin menempatkan
harkat manusia semakin tidak di hargai. Manusia lebih di pandang sebagai obyek,
bukan sebagai subyek . kerja bukan di lihat sebagai ekspresi kemanusiaan tapi
justru di ubah menjadi komuditias kapitalistik belaka. Sehingga dalam kehidupan
manusia tersebut hanya membawa kehidupan manusia pada keterpurukan.
Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi akan senantiasa mengalami perkembangan yang sangat cepat, namun di
balik perkembangan Ilmun pengetahuan teknologi di butuhkan sebuah tanggungjawab
sosial keilmuan bagi kemashlatan umat
manusia. Dengan perkembangan Ilmu dan teknologi di satu sisi dapat bermanfaat
bagi manusia, yakni memperbaiki kualitas hidup manusia dengan memperhatikan
kodrat manusia dan berbagai kemudahan dalam berkomunikasi. Mengenai manfaat
ilmu (2010: Suriasumantri) mengemukakan “Pengetahuan merupakan kekuasaan yang
dapat di pakai untuk kemaslahatan manusia”.
Dengan tanggungjawab
sosial keilmuan dan pengetahuan, pertanyaan kemudian akan timbul apakah
batasan-batasan serta peran keilmuan dalam kemaslahatan manusia? Mengingat Ilmu
pengetahuan salah satu hal yang sangat bpenting yang harus di miliki dalam
kmehidupan manusia. Dengan Ilmu pengetahuan semua dapat di lakukan, manusia
dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi< misalnya Pembuatan bom yang
pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian di pergunakan untuk
hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu
sendiri. Seperti hansurnya Nagaski di Jepang, pecahnya Perang dunia ke II dan
aksi terosis di lakukan yang tidak
bertanggung jawab.
B.
Peran Ilmuan Sosial bagi Masyarakat
Konsep Habermas tentang
teori kritis dalam karyanya tentang filsafat ilmu sosial, On The Logic of The
Social Sciences dan Knowledge and Human Interests. Habermas mengkritik
positivisme dalam Ilmu-ilmu sosial, dengan mengatakan bahwa paradigma
positivistik dalam ilmu sosial alam yang tujuan akhirnya adalah mengontrol
alam. Ilmu budaya (Cultural Science), seperti sejarah dan antropologi , lebih
sesuai didekati secara interpretatif. Tapi ketika berbicara tentang ilmu-ilmu
sosial, Habermas meyakini bahwa kepentingan teknis—seperti dalam ilmu alam—dan
praktis—seperti dalam ilmu budaya—seharusnya berada dibawah kepentingan
emansipatoris.
Dengan demikian, yang
harus dilakukan ilmuwan sosial adalah, pertama, memahami situasi subjektif yang
terdistorsi secara ideologis dari individu atau kelompok; kedua, memahami
kekuatan-kekuatan yang menyebabkan situasi tersebut; dan ketiga, menunjukkan
bahwa kekuatan-kekuatan ini bisa diatasi melalui kesadaran individu atau
kelompok yang teropresi tentang kekuatan-kekuatan itu
Habermas berpandangan
bahwa dunia dewasa ini terdiri dari ragam ideal-ideal kehidupan dan
orientasi-orientasi nilai yang saling bersaing, yang, karena pengaruh
batas-batas bahasa dan institusi, hanya beberapa diantaranya yang mencapai
wilayah publik luas. Untuk itu, bagi Habermas, dibutuhkan teori moral normatif.
Kondisi modernitas, dimana ideal-ideal individu begitu beragam sehingga etika
tidak lagi bisa memaksakan suatu nilai tertentu, membutuhkan prosedur tertentu
untuk menyelesaikan konflik. Agar supaya bisa memenuhi tuntutan moral, prosedur
dimaksud harus didasarkan pada prinsip bahwa semua manusia harus saling
menghormati sebagai pribadi yang merdeka dan setara.
Teori kebenaran Habermas
bersifat realis, yang berarti bahwa dunia objektif, alih-alih kesepakatan
ideal, adalah penentu kebenaran. Jika sebuah pernyataan, yang kita anggap
benar, ternyata benar, hal itu karena pernyataan itu dengan tepat merujuk pada
objek yang ada atau dengan tepat mewakili kondisi sebenarnya. Habermas
menghindari perbincangan tentang metafisika dan lebih memilih berbicara tentang
hal-hal yang praktis dan implikasinya untuk diskursus dan tindakan keseharian.
Tak hanya Habermas dalam
Mazhab kritis yang mengkritik para ilmuan sosial, tokoh sosial yang berpengaruh
pada mazhab kritis yaitu Adorno. Theodor W Adorno mengunkapkan ilmuan sosiologi
terlalu positivistik di balik ciri-ciri itu hanya menjelaskan teorinya saja,
sosiologi tidak mempersoalkan kebenaran realitas itu sendiri, sosiologi hanya
mengenterplasikan saja pada wilayah sosial. Sosiologi hanya memelihara Status
quo dalam masyarakat, sehingga masyarakat sulit mengalami perubahan yang lebih
baik, para sosiolog hanya berada pada tataran elit yang tiadak menpunyai nilai
kontribusi bagi masyarakat bawa, sosiologi harus turun kemasyarakat dan mendampingi
Sosiologi harus menjadi
emansipator untuk memwujudkan masyarakat adil dan makmur, emansipasi masyarakat
yang di berdayakan dan membela masyarakat. Sedangkan menurut Antonio Gramchi
bahwa intelektual organik bagian dari masyarakat dan bagian dari perubahan. Ada
dua intelektual Pertama: Organik. Kedua: bentuk formal hanya menyampaikan
objektif realitas kepada para penguasa yang merubah keadaan.
C.
Budaya Modern
Kritikan terhadap masyarakat
modern yang di kuasai oleh revolusi budaya, budaya dalam hal ini birokrasi
mengontrol budaya modern, sehingga masyarakat serba di batasi oleh mekanisme
administrasi, menjebak masyarakat menjadi kehilangan spontanitasnya, serba
benda dan melahirkan budaya semu, yang pada muaranya melahirkan represifitas
struktural yang melumpuhkan manusia.
Budaya modern mencapai
puncak rasionalitas di letakkan pada pegangan kehidupan, di mana seluruh
perilaku di tujukan dan di arahkan kepada kerangka Means yaitu cara mencapai
tatanan modern menuju akhir (Ends). Budaya modern ini terjebak pada wilayah
“Cara” tetapi tidak mempersoalkan tujuan. Cara atau proses dalam hal ini yang
sering di gunakan adalah Efisien dan Efektifitas. Weber sering mengistilakan
budaya modern ini adalah jebakan instrumental hanya mementingkan cara tanpa
melihat akhir dari proses tujuan, sedangkan Eric from melihat kebudayaan hanya
berkembang satu dimensi saja (one dimension Man) hanya mempersoalkan cara bukan
tujuan.
D.
Tanggungjawab Ilmuan terhadap emansipasi verbal sebagai kekuatan perlawanan
terhadap pertarungan kelas.
Penemuan konsep
komunikasi dalam teori kritis Habermas ini secara tidak langsung ikut
mengkritisi teori Karl Marx yang memusatkan diskursus pertarungan kelas borjuis
yang mengusai mode of production dan proletar serta Horkeimer dan Adorno yang
memfokuskan pada masyarakat industri barat yang mengusai aspek produksi dan
secara tidak langsung menarik masyarakat menjadi masyarakat konsumsi yang
tinggi atau dengan kata lain prinsip kapitalis. Marx Horkheimer dan Theodor
Adorno hanya kritis pada emansipasi visual semata atau hanya menerima saja
tanpa ada perlawanan yang cukup kuat sehingga membuata Horkheimer dan Adorno
menjadi pesimis. Juergen Habermas melihat para pendahulunya mengkritisi oposisi
biner sosial masyarakat lewat struktur-struktur yang di ciptakan para kaum
borjuis maupun kapitalis di atas kaum proletar. Sehingga Habermas menawarkan
konsep kritis emansipasi verbal yang di anggap memiliki kekuatan terhadap
pertarungan kelas yang di dasari atas hubungan produksi oleh Karl marx dan
kekuasaan ideologis prinsip tukar atas masyarakat industri kapitalis tua oleh
Horkheimer dan Adorno. Dengan begini dapat menciptakan masyarakat kritis yang
dapat menyampaikan kepentingan-kepentinganya sendiri melalui komunikasi verbal.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K.
2002. Filsafat Barat Kontemporer Inggris – Jerman. Jakarta: Gramedia
Geuss,
Raymond. 2004. Ide Teori Kritis: Habermas & Mazhab Frankfurt. Yogyakarta:
Penta Rhei.